Selama beberapa tahun terakhir, sampah plastik di lautan selalu menjadi masalah lingkungan yang paling banyak dibicarakan oleh pemerintah, media, dan masyarakat luas. Bahkan Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara yang paling banyak berkontribusi atas masuknya sampah plastik di laut. Hal tersebut mayoritas disebabkan oleh pengelolaan sampah yang tidak tepat, baik berupa kegiatan di darat ( land based ) maupun di lautan (sea based ).
Menurut data Analisis oleh Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia 2018, menunjukkan Indonesia menghasilkan sekitar 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya yang sebagian besar belum dikelola. Sampah yang tidak terkumpul akhirnya dibakar atau dibuang secara sembarangan yang pada akhirnya berujung di laut, sungai, dan danau. Menurut Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rofi Alhanif, mengatakan jalan yang ditempuh Indonesia untuk bisa mengelola sampah dengan baik masih sangat panjang.
Hal tersebut dikarenakan minimnya infrastruktur dan pembiayaan, kesadaran publik yang buruk, tingkat pemilahan yang masih rendah, dan pembuangan ilegal. Rofi menambahkan, mengatasi krisis pengelolaan sampah ini juga membutuhkan lebih dari sekedar kampanye untuk mendaur ulang lebih banyak plastik atau melarang penggunaan kantong plastik. "Untuk benar benar mengatasi masalah ini, harus ada perubahan struktural yang mendalam, baik dalam hal produksi maupun pengelolaan sampah," tegasnya.
Rofi menuturkan untuk mengatasi krisis pengelolaan sampah ini, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi konsumsi plastik serta mendukung praktik pengelolaan sampah yang lebih baik. Satu diantaranya adalah Pemerintah Kota Jakarta pada Juni 2020 telah memberlakukan larangan plastik sekali pakai di seluruh kota di pasar dan mal.
Menurut Rofi, sampai saat ini tercatat sekitar 39 kabupaen/kota dan dua provinsi yang telah mengeluarkan larangan penggunaan kantung plasik sekali pakai. Pemerintah juga telah mendorong industri daur ulang untuk meningkatkan volumenya dan memastikan bahwa sampah plastik dapat dikumpulkan dan didaur ulang dengan benar. Pemerintah telah melakukan upaya serius untuk mengatasi masalah ini, dengan program program yang didukung oleh semakin banyak organisasi dan pemangku kepentingan lainnya.
Pada 2018, Pemerintah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik Laut dengan target pengurangan sampah plastik di laut hingga 70% tahun 2025. Rencana Aksi tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018, dimana didalamnya meliputi 5 strategi besar yang melibatkan 16 Kementerian teknis. Di kawasan turis seperti Bali yang telah berjuang dengan sistem pengelolaan sampah yang terdesentralisasi, kelompok masyarakat sipil dan sektor swasta berada di garis terdepan perjuangan untuk menangani masalah sampah plastik.
Sejumlah organisasi mengadakan pembersihan pantai setiap hari. Kelompok pemuda, seperti Bye Bye Plastic Bags yang dipelopori oleh remaja Melati dan Isabel Wijsen, sukses mengadakan diskusi dengan Pemerintah Daerah. Yang menghasilkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik, wadah styrofoam , dan sedotan plastik sekali pakai yang mulai berlaku pada Juli 2019.
Pada 2019, lebih dari 400 organisasi budaya dan agama, sektor swasta, dan anggota pemerintah daerah di Bali juga telah berjanji untuk bekerja sama untuk fokus pada 15 daerah yang paling diprioritaskan yang kurang baik dalam pengelolaan sampah. Ada juga program pendidikan untuk memastikan generasi muda sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yang tepat sejak dini. Dengan melatih para pendidik dengan menggunakan berbagai macam alat yang ada seperti video dan buku buku.
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan anak anak sehingga dapat lebih menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik. Selanjutnya terdapat juga program bank sampah, dengan adanya dukungan kepada UKM dan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat. Dengan menghasilkan uang dari sampah yang dipilah dan dikelola, penduduk setempat tidak hanya dapat berkembang secara ekonomi dari pengelolaan dan pengelolaan sampah yang tepat.
Namun juga memainkan peran penting dalam mengurangi hingga 15 20% sampah rumah tangga mereka. Rofi mengungkapkan masih banyak jalan yang harus ditempuh untuk menjadikan Indonesia yang lebih bersih dan terbebas dari masalah sampah. "Namun, terdapat peluang yang besar dan berharga untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif di negara ini. Keterlibatan organisasi, sektor swasta, dan kerja sama dari banyak pihak sangat penting dalam mengatasi krisis sampah yang sedang di hadapi."
"Sebuah masa depan di mana kita dapat mendaur ulang dan mengelola sampah secara efektif adalah suatu hal yang mungkin. Agar itu menjadi kenyataan, inilah saatnya kita bertindak," pungkasnya.