Dua Menteri Soroti Polemik Aturan Wajib Jilbab bagi Siswi Non-Muslim di Padang, Ini Tanggapannya

Beberapa waktu lalu, sempat viral video memperlihatkan pihak sekolah mewajibkan siswi non muslimnya untuk memakai jilbab. Diketahui, aturan itu berlaku di SMK N 2, Padang, Sumatera Barat. Kasus ini cukup menuai polemik di tengah masyarakat.

Viralnya video ini, lantas mendapat sorotan dari dua menteri tanah air, yakni Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM. Lalu, Menteri Pendidikan dan Budaya Nadiem Makarim juga ikut menyoroti kasus itu. Keduanya sama sama menyayangkan sikap pihak sekolah itu.

Polemik aturan wajib jilbab bagi siswi non muslim mendapatkan sorotan dari Menteri Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD. Mahfud MD memberikan tanggapannya soal isu ini lewat akun twitternya, . Pada cuitannya itu, ia memberikan sedikit cerita kilas balik pada beberapa tahun lalu.

Dimana, sempat ada aturan yang melarang siswi menggunakan jilbab. Akhir 1970 an sampai dengan 1980 an anak anak sekolah dilarang pakai jilbab. " Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud ," tulis Mahfud, Minggu (24/1/2021).

Menurut Mahfud, hal itu tidak boleh berlaku sebaliknya untuk pelajar non muslim. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode ." Tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak non muslim memakai jilbab di sekolah ," cuitan Mahfud.

Menkopolhukam ini kembali menceritakan, dimana sempat merasa ada diskriminasi terhadap kaum non muslim Sampai dengan akhir 1980 an di Indonesia terasa ada diskriminasi terhadap orang Islam ," tulis Mahfud. Namun pada tahun 1990, kaum muslim semakin mendapatkan pengakuan dalam demokrasi.

Tapi berkat perjuangan yang kuat dari NU Muhammadiyah dll, terutama melalui pendidikan, demokratisasi menguat. " Awal 90 an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus kampus ," lanjut tulis Mahfud. Mahfud menyampaikan, sekita tahun 1950, pemerintah membuat kebijakan dimana sekolah umum dan sekolah memiliki pengaruh yang sama.

Pada awal 1950 an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama. " Hasilnya, sejak 1990 an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi posisi penting di dunia politik dan pemerintahan ," tanggapan Mahfud. Menurutnya, dengan adanya kebijakan 2 menteri itu kini banyak kaum santri mengisi posisi di urusan pemerintah.

Kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri itu sekarang menunjukkan hasilnya. " Pejabat pejabat tinggi di Kantor kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. " Mainstream keislaman mereka adalah Wasarhiyah Islam: moderat dan inklusif, " ujar Mahfud.

Nadiem Makarim ikut menyoroti kasus intoleransi aturan wajib berjilbab bagi siswi non muslim di SMKN 2 Padang. Nadiem memberikan responsnya dan meminta pemerintah daerah (Pemda) segera menindaklanjuti kasus intoleransi tersebut. Bahkan, pihaknya juga meminta agar pemda tak segan untuk memberi sanksi tegas hingga pembebasan jabatan bila pihak yang terlibat terbukti bersalah.

Hal itu ia sampaikan melalui video yang diunggah di akun Instagram pribadi nya pada Minggu (24/1/2021). "Saya mengapresiasi gerak cepat pemda terhadap pihak pihak yang terbukti melakukan pelanggaran." "Selanjutnya, saya meminta agar pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku, segera memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat."

"Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini menjadi pembelajaran kita bersama kedepannya," kata Nadiem Makarim. Nadiem menjelaskan, tindakan tersebut tidak sesuai dengan aturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia. Misalnya bertentangan dengan Pasal 55 UU 39/1999 tentang HAM dan Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Serta, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. "Pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk tetap menjalankan keyakinan agamanya masing masing." "Maka sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah."

"Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik," ujar Nadiem dengan tegas. Hal tersebut, lanjut Nadiem, merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman. Sehingga, bukan saja melanggar peraturan perundang undangan melainkan juga nilai nilai Pancasila dan Kebhinekaan.

"Untuk itu, pemerintah tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut," tegas Nadiem.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *